Kasus plagiat

Kasus plagiat yang mendera Universitas Sumatera Utara (USU) disimpulkan berakar dari tidak sehatnya iklim akademis.Meski tetap dipandang tabu,aksi plagiat acap dijalankan akademisi di banyak kampus untuk memuluskan kariernya.

Kandidat Doktor Universitas Udayana, Mulyadi mengatakan, plagiat adalah tindakan tercela karena menyangkut moralitas. Hal itu merupakan aksi tidak jujur, penipuan karena mengambil dan mengakui milik orang lain sebagai miliknya. “Saya menilai plagiat itu dikarenakan lingkungan akademis yang tidak sehat.Selama ini dosen hanya diberikan beban besar untuk mengajar. Akibatnya tak semua akademisi mahir menulis. Namun dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, akademisi tidak hanya mengajar.

Tapi juga penelitian dan pengabdian,” ujarnya padaSINDO,kemarin. Pria yang pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Sastra USU ini menambahkan, bagi akademisi jika ingin naik pangkat, maka harus memenuhi unsur ini.“Makanya ketika karir ingin dicapai, terjadilan praktik plagiat itu.Tak lebih supaya cepat saja,”katanya. Sebagai contoh, Mulyadi juga mengaku karyanya juga pernah diplagiat oleh seorang dosen asal Malang, Jawa Timur.

Artikelnya berjudul Konsep Emosi dalam Bahasan Melayu yang pernah terbit di Jurnal Dewan Bahasa Malaysia pada 2000,hanya diganti judul saja oleh plagiator itu menjadi Konsep Emosi dalam Bahasa Indonesia. “Saya tahunya di awal 2010 waktu lagi googling. Setelah saya baca, mulai pengantar sampai kesimpulan, isinya sama dengan artikel saya itu. Hanya diganti judul dan ditambah contoh-contoh sedikit. Tapi karena saya lagi sekolah, saya tak punya waktu untuk mempersoalkan itu. Ini fakta.

Masalahnya, di perguruan tinggi alat untuk mendeteksi plagiarism ini minim,”bebernya. Khusus untuk kasus plagiat yang saat ini menimpa koleganya yakni Prof Wan Syaifuddin yang diadukan Irwansyah, menurut Mulyadi sebenarnya sudah pernah terhembus informasinya beberapa waktu lalu. “Untuk kasus ini,kita meminta University Sains Malaysia (USM) untuk segera menyampaikan hasil penelitiannya terhadap tesis yang dipersoalkan itu.

Sebab jika berlarut-larut, orang-orang yang terlibat akan semakin dirugikan. Namun USU juga harus aktif untuk menuntaskan itu,”sebutnya. Masalah plagiat ini memang sepertinya menjadi rahasia umum di kalangan akademisi. Bahkan, menurut Prof Hadi Nur (Manager of International Affairs for Indonesia di Universiti Teknologi Malaysia). Dalam artikel diskusinya di situswww.hadinur.com disebutkan, menyontek merupakan produk sampingan sistem pendidikan resmi kita.

Terkait kasus ini akademisi senior USU Prof Usman Pelly menyebutkan, Senat Akademik USU harus segera memanggil Wan Syaifuddin dan membuktikan kasus tersebut.Sebab, kasus ini jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi USU dan USM. Dijelaskannya, kasus plagiat karya ilmiah di kalangan akademisi itu disebabkan budaya hidup yang short cut dan semua mau mencari jalan pintas.

Tapi dampaknya akan menghancurkan tiga modal sosial. Ketiga modal sosial itu,kata Usman,yakni jejaring sosialnya yang rusak. Secara moral sosial yang rusak karena tidak taat kepada aturan akademik. Akibatnya hasil akademiknya hancur karena orang tidak percaya. Sementara Rektor IAIN Sumut, Prof Nur Ahmad Fadhil Lubis juga angkat bicara.

“Kalau akademisi itu plagiat,maka itu merupakan kesalahan yang sangat fatal apalagi jika itu terbukti benar, itu tidak bisa ditawar-tawar. Biar pakai senat institut ataupun perguruan manapun,paling tidak gelar dokter dan gelar diatasnya harus dicopot. Ini juga pernah terjadi di IAIN,”terang Fadhil. Fadhil menyebutkan,seharusnya USU dan USM harus cepat mengambil langkah-langkah untuk menjaga nama baiknya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel